EMPAT IMAM MADZHAB DALAM ISLAM
Imam empat serangkai adalah imam-imam
mazhab fiqih dalam Islam. Mereka imam-imam bagi mazhab empat yang
berkembang dalam Islam. Mereka terkenal sampai kepada seluruh umat di zaman
yang silam dan sampai sekarang. Mereka itu adalah :
1.
Abu Hanifah Annu’man
2.
Malik bin Anas
3.
Muhammad Idris
Asy-Syafi’i
4.
Ahmad
bin Muhammad bin Hambal
Karena pengorbanan dan bukti mereka yang besar terhadap agama Islam yang
maha suci, khususnya dalam bidang ilmu fiqih mereka telah sampai ke peringkat
atau kedudukan yang baik dan tinggi dalam Islam. Peninggalan mereka merupakan
amalan ilmu fiqih yang besar dan abadi yang menjadi kemegahan bagi agama Islam
dan kaum Muslimin umumnya.
Karena kesuburan dan kemasyhurannya dalam ilmu fiqih di samping usaha-usaha
mereka yang bermacam-macam terhadap agama Islam nama-nama mereka sangat dikenal
pada zaman kejayaannya Islam.
Mereka bekerja keras untuk menjaga dan menyuburkan ajaran-ajaran
Islam dan menyiarkan kepada seluruh umat lebih-lebih dalam ilmu fiqih sejak
terbitnya nur Islam.
Pengetahuan tentang ini mendapat perhatian kita kepada sejarah perundangan
atau perkembangan ilmu fiqih dalam Islam. Agama Islam disampaikan kepada
seluruh manusia. Sumber-sumber atau pokok ajarannya ialah Quranul-Karim, yaitu
sebuah kitab yang tidak ada sedikitpun kebatilan, diturunkan oleh Allah swt.
Tuhan yang Maha bijak dan amat terpuji.
Al-Quran ialah sebuah kitab ‘aqidah (kepercayaan) dan syariat
(undang-undang), yang membicarakan tentang amal ibadat dan juga membicarakan
tentang perlembagaan atau sistem hidup duniawi, seperti undang-undang keluarga
(Family Law) hukum-hukum jual-beli (Commercial Law) dan peraturan kebiasaan
sehari-hari (Civil Law) hukum yang berkaitan dengan jenayah (Criminal Law) dan
balasan-balasan, juga cara bergaul antara satu sama lain atau antara satu
kumpulan dengan kumpulan yang lain, dan juga cara hubungan antara bangsa (International
Relation).
Di samping Al-Quran sebagai sumber utama, terdapat pula Hadits
Rasulullah saw. yang dijadikan sebagai penafsir atau penerang, pengkhusus atau
penerap dan penganalisa-penganalisa. Tiap-tiap bab atau dari hasil hukum fiqih
kita dapat hadits-hadits yang dapat menerangkan atau mengaplikasikan tentang
kepentingan ini dapat sebagai bukti firman Allah swt. kepada Nabi-Nya.
وأنزلننا إليك الذّ كر لتبيّن للنّاس ما نزل اليهم لعلّهم يتفكّرون.
Artinya :
Bahwa Kami (Allah) turunkan kepada engkau agar engkau menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka mau
berfikir.
Rasulullah saw. menerangkan ajaran-ajarannya dengan ucapan-ucapan,
perbuatan dan dengan seruan manakala orang-orang Islam menghadapi sesuatu
masalah atau problem tentang hukum-hukum mereka lansung menemui Rasulullah dan
bertanya kepada Rasul. Rasulullah menjawab kepada mereka dengan wahyu yang
diturunkan dari Allah swt.
وما ينطق عن الهوى. إن هو إلاّ وحي يوحى.
Artinya :
Dan Rasulullah tidak berbicara menurut kehendak hatinya tetapi berdasarkan
wahyu dari Allah swt.
Rasulullah mengajarkan kepada para sahabat-sahabatnya. Mereka adalah
orang yang baik tanggapannya dan halus paham-pahamnya dan betul-betul ikut dan
ikhlas. Oleh karena itu ucapan atau percakapan mereka diterima dan ternilai.
Rasulullah membenarkan kepada mereka untuk berjihad sekiranya tidak ada nas
atau dasar sebelumnya, supaya mereka tidak hanya berpegang kepada nas al-kitab
dan al-hadits dengan syarat tidak menyimpang dari prinsip-prinsip atau
peraturan-peraturan agama.
Rasulullah telah mengutus Muaz bin Jabal ke negeri Yaman sebagai Da’i dan
menunjuk juga sebagai hakim (Kadli). Rasul bertanya kepada Muaz : “Bagaimana
kamu dalam menyelesaikan sesuatu masalah jika ditanya tentang hukum-hukum ?”.
Muaz menjawab : “Berdasarkan dengan Al-Quran”. Rasulullah bertanya lagi :
“Sekiranya tidak ada dalam Al-Quran?” Jawabnya : “Dengan sunnah Hadis
Rasulullah”. Rasul bertanya lagi : Sekiranya tidak ada dalam sunnah hadits
Rasulullah?” Ia menjawab : “Aku berjihad”.
Rasul menepuk-nepuk dada Muaz dengan kagum dan berkata : “Segala
puji bagi Allah swt. yang memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah dengan
perkara yang diridhai atau diperkenankan oleh Rasulnya.
Hukum-hukum fiqih juga kesimpulan-kesimpulannya zaman Rasulullah tidak
hanya berdasarkan kepada fardhu takdir atau khayalan tetapi
berdasarkan kepada perkara yang benar-benar terjadi, karena di zaman itu
apabila suatu perkara atau terjadi maka penetapan hukumnya akan diberitahu oleh
Allah melalui wahyu atau hadist Rasulullah.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa bidang ilmu fiqih di zaman sesudah Rasulullah
wafat lebih luas karena ilmu fiqih merupakan suatu perkara yang hidup dan subur
menurut pekembangan zaman, karena ada kaitannya dengan kehidupan manusia
sehari-hari baik dalam masalah umum maupun dalam masalah individu dan di dalam
suatu masyarakat.
Jika kehidupan manusia dalam sehari-hari semakin luas dan bercabang-cabang
seta komplikasi, maka bidang ilmu fiqih dengan sendirinya akan luas. Kehidupan
kaum Muslimin semakin maju dan luas, ajaran-ajaran Islam telah tersebar ke
berbagai negeri di seluruh dunia maka ramailah manusia yang mengganti agama
Islam dan banyaklah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah
terjadi sedangkan nas-nas hukum dari Al-Quran dan hadits Rasulullah ada
masa dan had-hadnya, tetapi peristiwa-peristiwa tetap berkembang dengan luas
dan tidak berhenti-henti (Non-stop) : justru itu maka tidaklah dapat diadakan
penyimpulan hukum-hukum dan ijtihad.
Di zaman khulafaur rasyidin telah lahir gejala-gejala atau tanda-tanda
permulaan ijtihad. Orang yang pertama dan terkemuka sekali dalam hal ini ialah
Khalifah Umar bin Khattab di masa inilah bidang ilmu fiqih telah muncul
beberapa langkah maju ke depan.
Tiap-tiap orang dari para sahabat mengambil suatu kesimpulan dari
Al-Qur’an dan hadits mereka sekedar dapat dan memberitahukan pendapat mereka.
Dari itu perjalanan ilmu fiqih terus maju ke depan.
Di antara mereka itu : di Madinah ialah Umar, Ali, Abdullah bin Umar, Zaid
bin Tsabit, Ubai bin Kaab dan Abu Musa Al-Asyari, sementara di Mekah ialah :
Abdullah bin Abbas, di Kufah : Abdullah bin Atbah bin Masy’uud, di Mesir :
Abdullah bin Umar bin Al-As.
Perpecahan mereka adalah sama seperti bintang-bintang yang bertabur di
langit. Mereka mengambil kesimpulan hukum-hukum fiqih dalam menyesuaikan tempat,
masa dan manusia.
Sahabat-sahabat Rasulullah banyak yang mempunyai murid-murid atau
pengikut-pengikut yang belajar pada mereka, murid-murid atau pengikut itu
dijuluki At-Tabi’in. Mereka dinamakan tabi’in karena mereka
datang kemudian sesudah para sahabat-sahabat. Mereka mengikuti
ajaran-ajaran Rasulullah dan jalan para sahabat-sahabat. Mereka mengikuti
jalannya orang-orang sebelum mereka. Mengikuti apa yang nampak kepada kita
bahwa setengah daripada tabi’in, mereka hanya berpegang kepada hadits dan naql
(mengikuti nasQuran dan hadits) dan sementara sebagian yang lain di
samping menjaga nas-nas daripada Al-Quran dan hadits mereka berusaha
mengeluarkan hukum dengan menggunakan akal dan pemikiran.
Tidak syak lagi kepada kita bahwa perpindahan tabi’in ke seluruh negara dan
kota-kota, maka menjadi luaslah suatu pemerintah, dari itu mereka menghadapi
beberapa peristiwa dan kejadian yang belum pernah dialami oleh para sahabat sebelumnya,
dan sudah menjadi kewajiban kepada mereka untuk mencari dan membahas atau
mengkaji dengan itu maka luaslah bidang ilmu fiqih.
Perlu kita ingat bahwa ilmu fiqih yang diajarkan para sahabat dan
para tabi’in tidak dengan berpegang kepada lafaz-lafaz nas. Tetapi ia mengambil
atau berdasarkan ilmu pengetahuan tentang, hukum-hukum untuk menimbang sebab
(Illat) sewaktu hendak memberikan fatwa-fatwa. Sebagaimana yang telah kita
ketahui pendapat para tabi’in bermacam-macam, ini adalah disebabkan berlainan tempat atau
keadaan negeri masing-masing di samping mempunyai kekurangan dan kelebihan pula
tentang memahami maksud-maksud Al-Qurandan Hadits.
Sebagai hasil atau petunjuk dari berlainan keadaan dan situasi, maka
tiap-tiap orang alim ilmu fiqih dari golongan tabi’in mempunyai beberapa
pendapat yang berlainan dan inilah yang dinamakan mazhab di
antara mereka itu ; di Madinah ialah Said Al-Musayyib dan Abdullah bin Umar, di
Mekah Yahya bin Said, Rabi’ah bin Abul Rahman dan Atta bin Ribah, di Kufah
Ibrahim bin Annukhaii, di Basrah Al-Hassan Al-Basri, di Yaman Tawoos bin Kisan
dan di Syam Makhul dan lain sebagainya.
Pada tahun 100 Hijriah, Khalifah kelima Umar bin Abdul Aziz memerintahkan
supaya dikirim para ulama dan fuqaha ke seluruh negeri. Sepuluh orang ulama
dikirim ke negeri-negeri di Afrika, mereka itu adalah : Abdul Rahman Al-Habli,
Saad Al-Batihin, Ismail bin ‘Ubaid, Abdul Rahman bin Rafi’, Muhab Al-Mu’afiri,
Hiyyan bin Abi Jiblah, Bakar bin Saudah, Jaathal bin Ha’an, Talq ibni Jaabaan
dan Ismail bin Abdullah.
Abu Bakar Al-Maliki telah bercerita tentang mereka itu dalam kitabnya yang
bernama “Riyadh Annufuus”.
Kerajaan Bani Umayyah telah sirna, dan timbul pula kerajaan Bani
Abbas, lantaran itu timbul perselisihan di antara orang-orang ‘Alwiyyin dan
Abbasiyyin, dan juga perselisihan di antara Syiah dan Khawarij. Di masa itu
juga berlakulah suatu pemahaman yang memadukan antara pemikitan Arab dan
pemikiran Yunani (Greek Tua) yaitu sebagai petunjuk dari terjemahan dan
pemindahan ilmu-ilmu pengetahuan. Di masa ini juga disusun sunnah-sunnah Nabi
dan fatwa-fatwa atau pendapat mufti-mufti. Ilmu fiqih telah termasyhur ke
seluruh pelosok negeri, dan banyaklah orang-orang yang mengikuti dan
mengamalkannya. Sebagai natijahnya lahirlah beberapa golongan atau kelompok
para fuqaha. Tiap-tiap fiqaha mengikuti fuqaha sebelumnya dan membuat sedikit
tambahan. Abu Ishak Asy-Syirazi menerangkan hal ini secara mendetail dalam
kitabnya yang bernama “Tabaqat Al-fiqaha”.
Di zaman sekarang nama imam-imam empat serangkai telah masyhur dan
terkenal. Mereka adalah bagaikan bulan purnama yang dikelilingi oleh beberapa
cakrawala bintang-bintang dan bulan-bulan.
Di zaman sekarang juga timbul Madrasah Al-Ra’i dan Al-Aqal. Di samping
Madrasah Al-Hadits dan Madrasah Al-Naql. Kedua sekolah (madrasah) ini semakin
menjadi terkenal dan mendapat tempat teristimewa di kalangan masyarakat luas.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa Madrasah Al-Hadits lebih maju di Hijaz pada
umumnya dan di Madinah pada khususnya. Karena Hijaz adalah tempat lahirnya
as-sunnah. Madinah juga negeri bagi sahabat-sahabat Rasulullah yang menerima
hadits-hadits dan menyebarkannya.
Sudah menjadi kebiasaan pula bahwa Madrasah Al-Ra’i berkembang maju di Irak
karena Irak ialah sebuah negara yang baru jika dibanding dengan Hijaz serta
jauh pula dari tempat menyebarkan as-sunah dimana terdapat perpustakaan
undang-undang modern. Pernduduk-penduduk negara Irak berkehendak kepada
dalil-dalil yang memberi paham yang memuaskan mereka. Dari sini maka luaslah
bidang pemikiran dan pikiran.
Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah adalah sebagai sumber hukum dalam ilmu
fiqih Islam yang mana permulaannya ialah pada zaman Rasulullah, selawat dan
salam atasnya. Sumber-sumber ini bertambah mengikuti pekembangan zaman dan
luaslah bidang ilmu fiqih. Sebagian daripada para fuqaha menghalusi atau susah
menerimanya dengan senang sehingga kadangkala mereka mempunyai sepuluh
sumber-sumber hukum.
Selain dari Al-Quran dan Hadits ialah pendapat para sahabat-sahabat Rasulullah.
Dan akhirnya telah Al-Ijma’ maksud dengan ijma’ ialah
persetujuan manusia seluruhnya (uninomusli) atau suatu perkara atau hukum yang
tidak ada nash-nya dari Al-Quran atau Hadits.
Fuqaha menta’rifkan (mendefinisikan) yaitu Al-Ijma’ ialah
persetujuan semua para ahli-ahlu Mujtahid dari umat Islam, di suatu masa
tentang suatu hukum syara’
Di sana terdapat juga Al-Qiyas keterangan selanjutnya;
bahwa hukum syara’ pada ghalibnya mempunyai beberapa Illat (sebab)
yang dapat diketahui. Apabila terdapat alat hukum, yang telah dinaskan maka
boleh dipindahkan hukum ini kepada perkara yang tidak ada nasnya manakala
didapati sama Illatnya, maka hal ini kadangkala dikatakan penyamaan (Attaswiyah
atau Al-IlhaqI. Sebagian dari para imam-imam menyamakan Qiyas dengan ijtihad
dan pemikiran.
Perlu diingatkan hendaknya menggunakan qiyas kepada seseorang yang alim
tentang Al-Quran dan hadits. Juga seorang yang alim tentang pendapat-pendapat
orang terdahulu dan persetujuan orang Islam, serta mengetahui bahasa Arab, dan
hendaklah ia mencurahkan penuh tenaganya untuk mencari dan membuat kesimpulan
dalam tujuan tersebut.
Dalam bidang ilmu fiqih terdapat pula Al-Istihsan maksudnya
menolak perkara kerusakan dan menarik kepada kebaikan dalam lingkungan kaidah
agama secara umum yaitu dengan tujuan untuk mencari kesenangan dalam
hukum-hukum yang dikenakan kepada umum dan khusus.
Sebagian dari para ulama mendefinisikan : Al-Istihsan ialah pengubahan
suatu masalah dari hukum-hukum, jika ditetapkan mengikuti hukum yang
sebagaimana ia akan lebih kuat dan sesuai. Ada pula mereka yang mentarifkan,
yaitu pengubahan dari hukum yang berlaku yang ada nash syara’ kepada hukum yang
lain yang didukung oleh dalil syara’ dan disetujui dengan pengubahan ini.
Dalam bidang ilmu fiqih ada pula Al-Masalih Al-Mursalah kadangkala
diistilahkan juga dengan Al-Istislah atau dengan kata lain
mencari kebaikan, maksudnya ialah mengadakan hukum bagi suatu perkara yang
berlaku yang tidak ada nas atau ijma’ lama tentang hukum itu. Bertujuan menjaga
muslihat pengantaran (mursalat) atau mutlaqat yaitu dengan tidak ada ikatan
dengan nas syara’ yang menerangkan hukumnya atau membatalkannya, dan termasuk
daripada perkara-perkara yang tidak disebutkan hukumnya.
Di samping itu ada juga penjagaan Urf atau Al-Adat atau
tradisi hidup di antara sesama manusia. Pada kebiasaannya perkara ini ialah
yang berkaitan dengan perkataan atau perbuatan tetapi dengan syarat tidak
bertentangan dengan hukum-hukum Allah atau tidak bertentangan dengan
peraturan-peraturan agama.
Pokok atau sumber-sumber hukum ini berkembang dalam bidang ilmu fiqih
Islam. Imam-imam empat seringkali mengetahui perkara ini dengan baik sebagian
dari mereka mau menerimanya dan sebagian dari yang lain menolaknya atau tidak
mau menerimanya dan ada pula yang ragu-ragu menerimanya.
Perkara yang tidak meragukan lagi pada kita yaitu sumber-sumber hukum ini
adalah menjadi suatu perbendaharaan yang besar yang membuka pintu-pintu dalam
bidang ilmu fiqih Islam, ia menambah perbendaharaan, kekuatan dan penyesuaian.
Di samping kita membicarakan cahaya-cahaya (petunjuk-petunjuk) yang
menerangi bidang syariah Islam kita akan membicarakan pula sejarah hidup mereka
dengan secara ringkas padat dan tidak pula kurang.
Kita akan bicarakan sejarah hidup tiap-tiap seorang dari mereka dalam
beberapa sudut : masa hidup dan kelahiran, kehidupan mereka, guru-guru,
murid-murid, perjalanan hidup, usaha-usaha, pengaruh, kitab-kitab yang mereka
susun, sifat-sifat dan budi pekerti, kata-kata pujian dari rekan dan orang
banyak, seterusnya cobaan-cobaan dan penderitaan-penderitaan yang mereka alami.
Para pembaca atau para pengkaji sejarah hidup mereka akan dapat diketahui
bagaimana mereka dalam mengalami penderitaan dan kesulitan-kesulitan dalam
memperjuangkan akidah dan pendapat-pendapatnya, mereka tetap bersabar dan tabah
hati, dan pada akhirnya mereka mendapat pujian dari orang banyak dan mereka
akan mendapat pujian pula daripada Allah swt.
Bersamaan dengan ini saya sampaikan pula dengan kata-kata hikmat dan
nasihat-nasihat agar supaya kita dapat mengetahui bagaimana pemikiran dan
pandangan-pandangan mereka dalam hal-hal agama. Tidak ketinggalan pula saya
bicarakan tentang hubungan mereka dengan syair, nyanyian dan juga
kesenangan-kesenangan hidup, saya jelaskan semua ini adalah bertujuan hendak
menerangkan bagaimana penyesuaian Islam terhadap perkara-perkara ini dan
bagaimana pula penyesuaian mereka dalam bidang penerangan hukum-hukum.
Dan supaya kita mengetahui bahwa agama ciptaan Ilahi yang maha besar yang
disampaikan kepada manusia dengan suatu cara yang baru dan mulia yang dapat
menjadikan seorang ahli ibadat di waktu malam dan pahlawan di kala siang. Agama
yang tidak melarang umat-umatnya bersukaria dengan keindahan alam dan
kesenangan-kesenangan hidup. Selama tidak melanggar perkara yang berdosa. Dan tidak
pula mereka lalai dari tanggung jawabnya.
Hendaklah kita ingat bahwa suatu amal kebaikan yang besar jika dapat
dihilangkan kurang perbedaan yang luas di antara agama dan kehidupan, juga
dihilangkan jarak-jarak yang diada-adakan di antara agama dan kesenian dan
hendaklah kita mempercayai percakapan yang diulang-ulang sebelum ini ; Apabila
ahli agama berkesenian dan apabila ahli kesenian pula beragama mereka akan
bertemu di satu jalan untuk berhidmat kepada akidah yang maha besar dan
kesenian yang baik dan bersih.
Akan saya sebutkan juga di sini suatu keadaan yang sangat berbahaya yaitu
bahwa banyak di antara orang-orang yang ingin mencoba menjatuhkan taraf hidup
mereka itu, serta menghinakan mereka dengan beberapa cara, contohnya mereka
berkata : Bahwa mereka itu sama seperti orang-orang lain, membuat kesalahan dan
kejelekan, dan tidak baik kita mencontoh atau mendengar pendapat-pendapat
mereka. Tujuan mereka adalah semata-mata hendak meniadakan atau menghapus
perpustakaan Islam yang besar yang dibina oleh imam-imam tersebut.
Dengan cahaya (petunjuk) dan keimanan dan pertolongan dari Allah swt.
melalui Al-Quran dan sunnah Nabi, mereka menyiapkan diri dengan baik dan
menghafal Al-Quran dan menghimpun hadits Rasulullah di samping itu mereka juga
mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Tidak ketinggalan pula mereka mempelajari
ajaran-ajaran orang terdahulu dan mereka tetap bersabar dan tabah dalam
menghadapi suatu cobaan.
Jiwa dan pancaindera telah mereka bersihkan dengan beribadat dan
bertahajjud kepada Allah dengan ikhlas dan penuh keimanan.
Orang-orang yang tidak senang terhadap Islam mencoba menantangkan
keragu-raguan atas beberapa peraturan dan ajaran-ajaran agama. Mereka memecah
belah terhadap Islam dengan cara bermacam-macam. Mereka mulai melancarkan
serangan-serangan kepada para ulama-ulama karena mereka itu adalah sama seperti
manusia biasa. Setelah itu mereka meneruskan serangannya kepada para imam-imam
mazhab fiqih karena mereka tidak ma’sum selanjutnya mereka melancarkan serangan
kepada hadits-hadits Rasulullah dengan mengatakan bahwa banyak hadits-hadits
Rasulullah yang ditambah atau diubah, di akhir sekali tidak ada jalan lain
melainkan dengan menyerang Al-Quran.
Pada hakekatnya bahwa jiwa-jiwa mereka mendorong mereka kepada perbuatan
yang demikian.
يريدون أن يطفؤ نورالله بأفواههم ويأبى الله إلّ أن يتمّ نوره ولوكره
الكافرون.
Bahwa mereka (pengkhianat) hendak memadamkan cahaya (nur) petunjuk Allah
dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah tidak mengizinkannya melainkan Allah
telah sempurnakan cahayanya sekalipun dibenci oleh orang-orang kafir.
Setelah selesai pembicaraan kita tentang sejarah kehidupan imam-imam empat
serangkai, maka baik juga jika dibicarakan pula sejarah kehidupan para imam
yang lain, seperti Al-Allith bin Tsabit, Al-Auzaii, Ibnu Hazam, Daud Az-Zohari,
Zaid bin Ali Jaafar As-Sadik Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim mudah-mudahan
Allah meridhai mereka semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar